Warung Bahagia: Jejak Tekad Bulan Shining, Perantau Muda yang Menyapa Malang dengan Senyum dan Kebaya
INFO OPPORTUNITY.ID-Nama Warung Bahagia belakangan mencuri perhatian publik, bukan semata karena sajian kulinernya, tetapi juga karena sosok muda di baliknya. Ia adalah Ayu Lestari, perempuan 24 tahun asal Wakatobi, Sulawesi Tenggara, yang lebih dikenal dengan sapaan Bulan Shining. Dengan senyum lembut dan kebaya yang selalu melekat saat melayani pelanggan, Bulan menghadirkan pengalaman makan yang berbeda di Kota Malang.
Perjalanan Bulan ke Malang bermula sekitar dua tahun lalu. Ia mengikuti sepupunya yang tengah menempuh pendidikan di kota berhawa sejuk tersebut. Awalnya, Bulan hanya ingin mencoba hidup mandiri di tanah rantau sekaligus mencari pengalaman baru di luar kampung halaman.
“Waktu itu cuma ingin cari pengalaman dan lihat peluang. Di Wakatobi panas, sementara Malang lebih dingin dan nyaman,” tutur Bulan.
Lulusan manajemen keuangan dari sebuah perguruan tinggi swasta di Makassar ini tak pernah membayangkan akan terjun ke dunia kuliner. Namun, tingginya potensi usaha makanan di Malang membuatnya tertarik. Dari ketertarikan itulah ide Warung Bahagia perlahan tumbuh.
Dorongan terbesar datang dari partner bisnisnya yang melihat potensi Bulan, baik dari sisi karakter maupun kemampuannya. Ia pun mulai belajar dari nol, mulai dari pengelolaan dapur, manajemen operasional, hingga strategi pemasaran. Semua proses dijalani dengan tekun bersama mentor dan tim yang mendampinginya.
Hasilnya, dalam waktu yang relatif singkat, Warung Bahagia menunjukkan perkembangan yang menjanjikan. Cabang pertama resmi dibuka pada Mei, disusul cabang kedua beberapa bulan kemudian. Respons pasar pun terbilang positif.
Warung Bahagia dikenal lewat menu-menu khasnya seperti nasi daun jeruk, bebek blondo, ayam blondo, cumi hitam, hingga bandeng presto. Belakangan, menu nasi jeruk terbaru juga mulai banyak diminati pelanggan.
Di balik kelezatan menu tersebut, tersimpan sentuhan pribadi Bulan. Ia terlibat langsung dalam peracikan resep, sebagian di antaranya merupakan warisan keluarga yang telah dijaga selama belasan tahun. Resep-resep itu berasal dari sang nenek, tertulis rapi dalam buku tua yang menjadi saksi tradisi memasak turun-temurun.
“Aku memang suka masak. Resepnya kemudian dikembangkan lagi. Apalagi di Malang, menu nasi daun jeruk seperti ini masih jarang,” ungkapnya.
Perjalanan usaha tentu tak selalu mulus. Di awal pembukaan, Bulan sempat menerima sejumlah keluhan, terutama terkait lamanya waktu penyajian. Namun, ia memilih menjadikan kritik sebagai bahan evaluasi. Perlahan, sistem diperbaiki dan pelayanan ditingkatkan.
Usaha tersebut akhirnya berbuah manis. Warung Bahagia mulai ramai dibicarakan di media sosial. Salah satu kontennya bahkan menembus lebih dari satu juta tayangan. Popularitas itu tak hanya mengangkat nama warung, tetapi juga membuka peluang endorse bagi Bulan secara personal.
Ciri khas Bulan yang selalu tampil berkebaya saat melayani pelanggan menjadi daya tarik tersendiri. Baginya, kebaya bukan sekadar busana, melainkan cara mengekspresikan jati diri sekaligus menghadirkan nuansa ramah, santun, dan hangat.
Tak sedikit pelanggan yang mengaku datang bukan hanya untuk menikmati makanan, tetapi juga suasana menyenangkan yang diciptakan Bulan. Filosofi itu selaras dengan nama Warung Bahagia yang ia pilih sebagai doa.
“Kalau ada pelanggan bilang makanannya enak atau pelayanannya ramah, itu sudah bikin aku bahagia,” ucapnya sambil tersenyum.
Bagi Bulan, membangun bisnis kuliner adalah perjalanan panjang yang penuh kerja keras dan keberanian. Ia berharap Warung Bahagia terus bertumbuh dan memberi manfaat lebih luas. Saat ini, dua cabang Warung Bahagia di Kota Malang telah membuka lapangan pekerjaan bagi sekitar 30 orang karyawan.
Dari perantau tanpa rencana besar hingga menjadi pengusaha muda yang menginspirasi, Bulan Shining membuktikan bahwa ketekunan, kehangatan, dan keberanian bermimpi bisa menghadirkan kebahagiaan—bukan hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi banyak orang.
