Tips Brand Lokal Hadapi Tantangan Oversupply di Industri Fashion
INFO OPPORTUNITY.ID-Berbisnis di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu memang penuh tantangan. Salah satunya adalah menurunnya daya beli masyarakat yang berimbas pada perlambatan penjualan di sektor ritel, termasuk fashion. Tantangan ini semakin besar dengan maraknya bisnis jasa titip (jastip) dari luar negeri seperti Bangkok, Thailand, hingga China, yang membawa produk murah ke Indonesia. Alhasil, pemilik brand lokal harus berhadapan dengan persaingan harga yang semakin ketat.
Oversupply di Pasar Fashion: Masalah Utama
Melinda Babyanna, Founder & Principal Consultant TBF Consultant, menilai tantangan utama brand lokal saat ini adalah oversupply produk fashion di pasar.
“Jadi memang sebenarnya kondisinya, sudah terjadi sejak 2023 sebenarnya, situasinya adalah kita oversupply, atau terlalu banyak pasokan baju-baju fashion yang beredar di pasar,” ungkapnya.
Menurutnya, marketplace dan e-commerce kini dibanjiri produk fashion, namun jumlah pembeli tidak bertambah signifikan. Hal ini menyebabkan stagnasi permintaan, sementara penawaran terus meningkat.
“In this economy, yang terasa adalah tidak ada pembeli baru karena prioritas mereka berubah. Jadi orang-orang akan beli baju secukupnya,” jelasnya.
Strategi Bertahan: Value, Storytelling, dan Komunitas
Menghadapi kondisi ini, Baby menekankan pentingnya memberikan nilai tambah (value) pada produk. Bukan sekadar bersaing harga murah, melainkan menghadirkan produk yang memberikan pengalaman dan kebanggaan bagi konsumen.
“Misalnya kita jual baju harganya premium Rp500.000, tapi buat itu worth it, nggak pasaran. Atau ada konsep value yang lain, dengan storytelling dan lain-lain. Itu sekarang pasti harus dilakukan. Karena teman-teman juga tidak bisa terlalu banyak membuat produk saat ini,” terangnya.
Storytelling, menurut Baby, bisa dilakukan lewat media sosial dengan menunjukkan proses produksi, siapa yang terlibat, hingga misi yang diusung brand. Cara ini akan membuat konsumen merasa bangga menggunakan produk tersebut karena berbeda dan memiliki makna lebih.
“Hal-hal seperti ini tuh buat mereka yang pakai bangga, membuat produknya berbeda dan punya nilai tersendiri, dan akan muncul rasa bangga ketika memakai produknya,” tambahnya.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya membangun komunitas dan terus mengikuti tren agar tetap relevan dengan target pasar. “Karena perlu diingat nggak bisa semua market kita ambil, nggak bisa. Kita juga tidak bisa terus-terusan masuk dalam perang harga sama marketplace, tapi bagaimana caranya kita buat produk kita semakin terjangkau dari segala sisi,” ujarnya.
Bagi brand lokal, bertahan di tengah oversupply dan penurunan daya beli bukan sekadar soal harga murah. Kekuatan kini terletak pada diferensiasi produk, storytelling yang kuat, dan kedekatan dengan komunitas konsumen. Dengan strategi tersebut, brand lokal memiliki peluang lebih besar untuk tetap relevan dan bertumbuh, meski persaingan pasar semakin ketat.