Fenomena Franchise Kuliner dan Dampaknya bagi UMKM Lokal

INFO OPPORTUNITY.ID-Dalam beberapa tahun terakhir, bisnis waralaba kuliner menjamur di berbagai kota. Banyak calon pengusaha yang memilih model ini karena dianggap praktis: mulai dari paket kemitraan yang sudah siap jalan, modal relatif terjangkau, hingga janji promosi besar-besaran di media sosial.

Tren tersebut kian kuat berkat keterlibatan influencer serta publik figur yang ikut terjun ke bisnis makanan dan minuman, sehingga dominasi franchise terasa semakin nyata di pasar. Pertanyaannya, apakah pola ini benar-benar memberi keuntungan merata?

Secara sederhana, franchise atau waralaba adalah bentuk kerja sama usaha dengan sistem bagi hasil. Menurut KBBI, konsep ini mencakup hak pengelolaan dan pemasaran suatu produk atau jasa. Berbeda dengan UMKM yang berdiri mandiri, waralaba hadir dengan paket bisnis lengkap: produk siap jual, strategi pemasaran, manajemen, hingga pelatihan operasional. Hal ini juga diatur dalam PP No. 42 Tahun 2007 tentang waralaba yang mewajibkan pemberi lisensi memberikan dukungan penuh kepada mitranya.

Sejarah waralaba di Indonesia mulai terlihat jelas pada 1970-an dengan hadirnya merek asing seperti KFC, Burger King, dan Swensen. Perkembangannya kemudian melonjak di era 1990-an, ketika jumlah franchise di Indonesia bertambah pesat, dari sekitar 35 unit menjadi lebih dari 400 hanya dalam enam tahun. Sektor kuliner pun mendominasi jumlah tersebut.

Menurut data Kementerian Perdagangan, sektor waralaba kuliner pada 2024 menjadi yang terbesar, mencapai 47,92%. Setelahnya diikuti oleh ritel (15,28%), bimbingan belajar non-formal (10,42%), kesehatan dan kecantikan (10,42%), laundry (6,25%), serta sektor lain seperti otomotif dan biro perjalanan.

Fenomena ini tak bisa dilepaskan dari kebiasaan konsumen era digital. Produk yang sedang populer atau viral cenderung lebih cepat diburu masyarakat karena faktor FOMO (fear of missing out). Dengan jaringan luas dan strategi promosi agresif, franchise mampu menarik perhatian besar dan menekan UMKM lokal untuk ikut berinovasi agar tidak tertinggal. Namun, situasi ini sering kali menciptakan persaingan yang timpang, bahkan mengancam keberadaan kuliner tradisional.

Ketimpangan Persaingan dengan UMKM

Banyak pelaku UMKM rumahan kesulitan bersaing dengan franchise besar, terutama dalam hal harga dan strategi pemasaran. Model bisnis waralaba yang sudah teruji membuat ekspansi berjalan cepat dengan modal relatif ringan, apalagi jika produknya mudah diduplikasi dan memiliki brand kuat. Contoh sukses seperti Kebab Baba Rafi, Teh Poci, Bebek Carok, hingga Es Teh Indonesia menjadi bukti daya tarik sistem ini bagi para calon pengusaha.

Meski menggiurkan, tidak semua UMKM cocok beralih ke model waralaba. Ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan, mulai dari biaya awal, royalti, ketersediaan bahan baku, hingga konsistensi kualitas di setiap cabang.

Sebuah riset dari Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kalimantan Selatan menunjukkan dampak nyata dominasi franchise. Pada 2021, omzet warung tradisional di wilayah tersebut turun hingga 40%. Jenis usaha yang paling terdampak adalah toko kosmetik (80%), disusul warung sembako serta makanan ringan (sekitar 35–38%).

Kondisi ini makin terasa dengan kehadiran franchise asing seperti McDonald’s, Starbucks, Yoshinoya, hingga Lawson. Selain menawarkan inovasi produk, mereka juga unggul dari segi lokasi, harga, serta ketersediaan barang, sehingga secara perlahan mengubah preferensi konsumen lokal.

Ruang Bertahan bagi UMKM Lokal

Meski begitu, tidak semua UMKM terhimpit dominasi waralaba. Ada pelaku usaha yang tetap eksis karena menjual produk khas yang tidak dimiliki franchise, atau karena sudah lama dipercaya konsumen setempat. Rasa kebersamaan dan ikatan emosional dengan pelanggan juga menjadi nilai tambah yang jarang dimiliki jaringan waralaba besar.

Upaya Menjaga Keseimbangan

Agar UMKM dan kuliner tradisional tetap bertahan, perlu ada sinergi antara pemerintah, pemilik franchise, dan pelaku usaha lokal. Langkah kecil seperti mengutamakan produk lokal, membeli langsung dari produsen, mempromosikan UMKM melalui konten kreatif, hingga membangun komunitas bisnis daerah bisa menjadi solusi untuk menjaga keberagaman usaha di Indonesia.

Video Pilihan dari INFOBRAND TV
DISCLAIMER
Media INFO OPPORTUNITY tidak bertanggungjawab atas segala bentuk transaksi yang terjalin antara pembaca, pengiklan, dan perusahaan yang tertuang dalam website ini. Kami sarankan untuk bertanya atau konsultasi kepada para ahli sebelum memutuskan untuk melakukan Kerjasama bisnis.

Member of:

Supported By: