Ekosistem Startup Asia Tenggara Bangkit dari “Tech Winter”, Indonesia Jadi Penggerak Utama
INFO OPPORTUNITY.ID – Setelah sempat melewati fase koreksi dan “tech winter” dalam beberapa tahun terakhir, ekosistem startup di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, kini menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Industri ini tengah bergerak menuju babak baru yang lebih matang, realistis, dan berkelanjutan.
Menurut Tech in Asia Report 2025, Indonesia bersama tiga negara dengan aktivitas startup paling dinamis — Singapura, Malaysia, dan Filipina — menunjukkan optimisme tinggi terhadap arah industri digital kawasan.
Sebanyak 76 persen pelaku menyatakan yakin prospek bisnis rintisan akan membaik tahun ini, bahkan 59 persen di antaranya telah membukukan keuntungan sepanjang 2025.
Menariknya, meski jumlah pendanaan menurun menjadi 68 putaran senilai US$1,2 juta pada kuartal II/2025, hampir 40 persen founder tetap berencana mencari investor baru. Fenomena ini menjadi sinyal kuat bahwa fase rebuilding telah dimulai — para inovator tak lagi sekadar bertahan, melainkan siap tumbuh dengan strategi yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Konferensi Tech in Asia 2025: Menantang Ekspektasi
Tanda kebangkitan itu juga tampak dalam penyelenggaraan Tech in Asia Conference 2025, salah satu konferensi teknologi terbesar di kawasan yang kembali digelar di Jakarta. Diselenggarakan oleh Tech in Asia dengan dukungan dari The Business Times, edisi ke-14 konferensi ini menarik lebih dari 2.500 peserta dari berbagai negara di Asia Tenggara.
Dengan tema “Defy Expectations”, konferensi ini menjadi ajang pertemuan antara inovator, investor, dan pemimpin industri untuk berbagi pandangan tentang ketahanan serta arah baru ekosistem digital. Tema tersebut mencerminkan semangat untuk menantang batas sekaligus membangun kembali kepercayaan di tengah perubahan besar industri teknologi global.
Indonesia Masih Jadi Kekuatan Utama
Dalam sambutannya, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa Indonesia tetap menjadi kekuatan utama ekonomi digital di ASEAN. “Indonesia merupakan ekonomi digital terbesar di kawasan, sekaligus rumah bagi lebih dari 3.000 startup hingga pertengahan tahun ini, dengan Gross Merchandise Value (GMV) mencapai US$90 miliar atau sekitar Rp1.420 triliun pada 2024,” ujarnya.
Meutya menambahkan, salah satu sektor yang menunjukkan pertumbuhan signifikan adalah kecerdasan buatan (AI), yang kini semakin banyak diadopsi di berbagai industri, mulai dari logistik, keuangan, hingga sektor kreatif. “Pertumbuhan ini perlu dikelola dengan baik agar startup tidak hanya mampu menjawab tantangan, tetapi juga berkelanjutan dari sisi bisnis,” imbuhnya.
Wadah Kolaborasi dan Inspirasi
Konferensi dua hari yang digelar di The Ritz-Carlton Jakarta ini menghadirkan sejumlah segmen unggulan seperti Startup Arena, Unconference, dan Connection Hub — yang dirancang untuk mendorong kolaborasi sekaligus membuka peluang kemitraan antara startup, investor, serta pemangku kepentingan ekosistem digital.
Lebih dari 50 pembicara ternama hadir berbagi wawasan, mulai dari investor ventura, pendiri startup, hingga pemimpin teknologi kawasan. Diskusi panel membahas beragam topik penting, seperti profitabilitas, relevansi produk dengan pasar (market-fit), hingga transparansi dan tata kelola bisnis yang semakin krusial di era pasca-tech winter.
AI Jadi Sorotan Utama
Menurut Maria Li, Chief Operating Officer Tech in Asia, tema tahun ini bukan sekadar optimisme, melainkan bentuk komitmen mendukung para founder di masa-masa penuh tantangan.
“Selain menjadi wadah koneksi dan pendanaan, konferensi ini juga bertujuan membangun kembali kepercayaan dan memperkuat fondasi ekosistem yang siap melahirkan generasi baru startup di kawasan,” ujarnya.
Maria menambahkan, topik seputar AI mendominasi pembahasan tahun ini, seiring meningkatnya adopsi teknologi tersebut di berbagai sektor.
“Kami yakin kecerdasan buatan akan menjadi hal besar di Asia Tenggara. Kini sudah banyak startup yang membantu meningkatkan produktivitas perusahaan melalui AI — mulai dari otomasi logistik, layanan pelanggan, hingga pengembangan konten kreatif,” katanya.
Seiring waktu, arah pembicaraan di ekosistem startup pun berkembang. Jika sebelumnya fokus pada pendanaan dan pertumbuhan cepat, kini perhatian beralih ke profitabilitas, tata kelola yang transparan, dan dampak sosial yang berkelanjutan — tanda bahwa industri digital Asia Tenggara sedang memasuki fase kedewasaan yang sesungguhnya.